Terbitnya surat Aanmaning (teguran/peringatan) dari Pengadilan Negeri (PN) Solo kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Solo dan pengurus Yayasan Radya Pustaka, Selasa (8/9), yang diikuti dengan perintah pengosongan Museum Radya Pustaka mendapat tanggapan calon walikota (Cawali) dari Koalisi Solo Bersama (KSB), Anung Indro Susanto berpendapat kasus Sriwedari bagian proses hukum yang harus dijalani. Jika upaya peninjauan kembali (PK) akhirnya kalah, semua masyarakat Solo tentunya harus mematuhi putusan hukum. Tetapi masih bisa mengupayakan proses persuasif melalui dialog atau rembug bersama semua pihak.
“Kalau sudah diputus pengadilan, kita bisa apa ? Pait-paite (pahit-pahitnya) PK kalah, mestinya Sriwedari itu kembali ke tanah negara dulu untuk kemudian Pemkot bisa mengajukan sertifikat. Kalau pun belum bisa, kita lakukan pendekatan persuasif dengan Pemkot, ahli waris dan elemen masyarakat. Nek perlu ya dituku wae sisan (kalau perlu ya dibeli sekalian),” kata dia saat berdiskusi dengan budayawan dan akademisi di Museum Radya Pustaka.
Menurut dia, jika akhirnya Pemkot kalah, bukan hal mustahil jika Pemkot hendak membeli lahan Sriwedari. Terlebih, jika dimiliki perorangan, pembangunan Sriwedari harus mengikuti RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah). Dimana peruntukkan kawasan Sriwedari tidak bisa diubah yakni untuk pendidikan dan kebudayaan.
Sumber: timlo.net
0 comments:
Post a Comment